Gunung Cereme 28-30 April 2017

Hai Travellers!

Spoiler Kawah Ceremai

28 April 2018

Terminal Maja
Kali ini aku akan mengajak kalian ke Puncak tertinggi Jawa Barat, Gunung Ceremei. Awalnya, ada 7 orang Ujourney Team yang berencana berangkat naik gunung ini. Apalah daya jadi 5 orang yang beneran berangkat. Lusi nggak dapet izin dari orang tuanya, sedangkan Om Didi membatalkan di menit-menit terakhir. Jadilah 5 personil Aku, Vina, Dika, Rifian, dan Mas Irwan. Kami berangkat menggunakan kereta dari stasiun gambir ke stasiun Cirebon. Dari stasiun Cirebon kami mencarter mobil sampai ke pasar Maja. Dari pasar Maja ini kami naik pick up ke Base camp Apuy bergabung dengan pendaki-pendaki lain.





Gunung Ceremai (seringkali secara salah kaprah dinamakan "Ciremai") adalah gunung berapi kerucut yang secara administratif termasuk dalam wilayah dua kabupaten, yakni Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Posisi geografis puncaknya terletak pada 6° 53' 30" LS dan 108° 24' 00" BT, dengan ketinggian 3.078 m di atas permukaan laut. Gunung ini merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat.


Spoiler Top of West Java

Gunung ini memiliki kawah ganda. Kawah barat yang beradius 400 m terpotong oleh kawah timur yang beradius 600 m. Pada ketinggian sekitar 2.900 m dpl di lereng selatan terdapat bekas titik letusan yang dinamakan Gowa Walet.

Kini G. Ceremai termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), yang memiliki luas total sekitar 15.000 hektare.

Nama gunung ini berasal dari kata cereme(Phyllanthus acidus, sejenis tumbuhan perdu berbuah kecil dengan rada masam), namun seringkali disebut Ciremai, suatu gejala hiperkorek akibat banyaknya nama tempat di wilayah Pasundan yang menggunakan awalan 'ci-' untuk penamaan tempat.

(sr : Wikipedia)



29 April 2018
Alhamdulillaah Base Camp
Menuju basecamp Apuy kami melalui ladang-ladang penduduk. Ladang ini berada di perbukitan dengan jalan setapak yang masih berupa tanah merah dan bebatuan. Ngeri juga sih takut ban pick up nya selip atau tergelincir ke bawah jurang. Hiiiy.. mana kami berada di pick up terbuka yang jelas nggak safe sama sekali. Setelah dilema jet coaster ala pick up, kami sampai di basecamp Apuy sekitar jam 6 pagi.
Pemandangan dari Basecamp

Desa Apuy ini berada di ketinggian 1000 mdpl sehingga waktu pagi kita dapat melihat lautan awan yang mengelilingi. Lumayan mengkorting ketinggian juga sih. Desanya aja bagus ya, apalagi di atas nanti. Kami mengurus Simaksi di pos sambil istirahat. Kebetulan dapat makan sesuai jumlah orang yang daftar. Selain itu, kita harus mendata barang-barang yang kami bawa ke atas di pos. Paling nggak nanti sampahnya dibawa turun kembali.
Di depan
Di Belakang
Sampaaii

Base Camp Apuy - Pos 1 Arban (1500 mdpl - 30 menit)


Perjalanan ke pos 1 Arban kami tempuh selama setengah jam perjalanan. Mungkin karena jalannya masih lumayan landai, adem banyak pohon sehingga tidak menguras banyak energi. Semangat 45 banget nih ceritanya.

Jalan sambil bercengkrama
masih santai.. full energy
Jalan datar

Pos 1 Arban - Pos 2 Tegal Masama (1875 mdpl - 1 jam)

Perjalanan ke pos 2 masih semangat 45 walau jalan lebih curam. Kita menghabiskan waktu 1 jam untuk sampai disini. Enaknya disini pohonnya rimbun sehingga kami tidak kepanasan. Kepanasan itu sangat menguras energi dan tenaga karena kita akan cepat haus.
Sampai Pos I senyum masih lebar
lanjuuut ke Pos 2

Pos 2 Tegal Masama - Pos 3 Tegal Jamuju (2137 mdpl - 1 jam)

Perjalanan ke pos 3 masih semangat juga walau kamera mulai ngumpet entah dimana. ahahaa. Track mulai curam. Beberapa tempat sudah terpasang tali untuk membantu para pendaki memanjat. Weeew. Tak lupa kami berpose dulu *penting. Kami beristirahat disini sambil ngemil-ngemil plus ngupi-ngupi. Ternyata ada tawon yang mengikuti kita. sampai-sampai harus menunduk-nunduk menghindar.
Mulai deh tracknya
Panjat teruus
Ngupi dulu laah

Pos 3 Tegal Jamuju - Pos 4 Sanghyang Rangkah (2300 mdpl - 3 jam)

Perjalanan ke pos 4 terasa mulai panjang. Mungkin karena kaki yang sudah mulai lelah, lapar, track yang nggak ada ampun manjat-manjat terus plus hari mulai hujan. Jam 12 siang di tengah jalan, kami berhenti dulu untuk sholat dan meneruskan perjalanan ke pos 4. Di pos 4 ini banyak pendaki yang berkemah. Kebanyakan sudah tidak kuat lagi untuk melanjutkan ke Goa Walet. Sampai di pos 4 ini kondisi kami sudah sangat letih dan kedinginan. Kami beristirahat makan dan sholat disini kemudian memutuskan untuk lanjut ke Pos 5 Goa Walet agar nantinya lebih dekat dengan puncak.
Sebelum melanjutkan perjalanan
Fiuuuhh...
Pos 4 Sanghyang Rangkah - Pos 5 Goa Walet (2950 mdpl - 6 jam)

Perjalanan ke pos 5 didominasi batu-batuan vulkanik yang sangat curam. Apalagi ditambah hujan yang makin lama justru makin deras membuat kami kehilangan energi untuk menanjak. Beban di punggung kami terasa semakin berat. Kami jalan perlahan saling membantu.
Banyak track kayak gini menuju pos 5 Goa Walet
Semakin ke atas, jalur yang kami lalui semakin parah karena berupa jalur-jalur aliran magma yang membentuk selokan-selokan kecil sehingga mempersulit perjalanan kami. Selepas magrib untungnya hujan sudah berhenti. Paling tidak kami bisa berkonsentrasi pada track bebatuan dengan kemiringan yang sangat curam sehingga kami harus merangkak memanjat agar tidak hilang keseimbangan (berhubung menggendong keril juga). Belum lagi hawa dingin pegunungan yang menerjang. Aku akui perjalanan menuju Goa Walet inilah yang terberat.

Yeaaay Sunset! Sibuk ngambil foto
Hasilnya kayak gini, sunset berkabut
Jam 9 malam kami sampai di Goa Walet dan membuat tenda disini. Setelah makan  dan bersih-bersih diri, kami semua istirahat. Kami berencana tidak memaksakan mengejar sunrise berhubung kami masih sangat letih.
Sampai juga di Goaa... alhamdulillaah

30 April 2018

Pos 5 Goa Walet - Puncak Ceremei (30 menit)
Goa Walet diantara bunga Edelweiss
Tenda kami, depan goa

Jam setengah 6 pagi kami berangkat muncak dengan membawa bekal secukupnya untuk sarapan di atas. Tak lupa kami memakai batik dan kebaya buat foto-foto di atas. Perjalanan menuju puncak ini sebenarnya lebih parah dari yang kemarin. Batu-batu yang terjal membuat kami harus memanjat. Hanya karena saat ini kami tidak bawa keril dan kami sudah istirahat, jadi kami tidak merasa terlalu letih. Setengah jam kemudian kami sudah sampai di tepi kawah Gunung Cereme.
Menuju Puncak
Jalan Berbatu
Hampir sampaai
Dika dan Vina Sampe atas duluan

Untuk menuju puncaknya, kami harus melipir kawah yang curam dengan jalan setapak yang kirinya kawah kanannya jurang. Yah, walaupun pemandangan jalan setapak ini memang bagus sih. Mana 4 orang itu semua jalan duluan (lupa kalau temennya yang satu ini takut ketinggian saking mereka seneng sampe puncak). Akhirnya aku memberanikan diri melipir pelan-pelan (berasa lagi jalan di atas tali), tapi jika ada orang yang menghalangi jalan, aku akan meminta orang itu minggir bukan aku yang melipir karena aku sudah tidak sanggup menengok kanan kiri. Hahahaa. Habisnya tinggi banget. Dadaku berdesir dan kepalaku pusing saat melihat ke bawah. Hiiiyyy..

Ini dia jalan setapaknya.. Pada lupa gw takut ketinggian ga ada yg nungguin hiks
Berhasil melewati sirotol mustaqim alhamdulillaah.. haha
Batik dan Kebaya theme
kalau di tulisan ini wajib yaa.. walaupun silau menghadap matahari

Permukaan puncak Cereme ternyata lumayan luas. Cukup untuk menampung banyak pendaki yang langsung mencari tempat untuk mengabadikan keberhasilannya mencapai puncak. Subhanallaah keren banget negri di atas awan ini. Alhamdulillaah kami berhasil menapakkan kaki kami di Atap jawa Barat. Kami berfoto-foto dan sarapan di atas sambil menikmati pemandangan. Pulangnya, menjadi PR buatku karena mau nggak mau aku turun menghadap ke bawah kan yaa.. akhirnya aku memutuskan untuk perosotan aja dari atas. Nggak sanggup deh disuruh berdiri. Alhamdulillah selamat sampai Goa Walet lagi tanpa menggelinding. wkwkwk.
Karyaku.. giliran aku yang mau foto eh ada tetangga sebelah.. hiks



Perjalanan Pulang via Palutungan

Kami berangkat dari Goa Walet jam setengah 9. Awalnya memang kami mau pulang lewat jalur Apuy kembali. Berhubung kata Dika jalur Palutungan lebih deket (tapi nyatanya lebih jauh - nggak tau dia baca blog yang mana) akhirnya kita pulang lewat Jalur Palutungan ini dengan kondisi nggak tahu apa-apa karena sebelumnya belum cari-cari info tentang jalur ini. Kata Dika, hanya ada 5 pos di jalur ini (sekali lagi aku nggak tahu dia baca blog yang mana karena ternyata ada 10).
Mari kita pulang
Kami turun dengan semangat 45 *awalnya. Kami semangat menghitung pos-pos yang kami lewati. ketika aku melewati 5 pos, aku mulai curiga dan bertanya ke pendaki lain dan kaget mereka bilang masih ada 5 pos lagi dan perjalanan kami masih jauh. Apaaaaah...? Berbekal positif thinking aku berfikir 'Ah mungkin mereka bercanda.. haha'. Mendekati tengah hari hujan turun dengan sangat deras. Ketika jam setengah 3  akhirnya maag aku kambuh karena kami skip makan siang, ingin cepat sampai. Muntah deh. Hahaaa.

Pose Sebelum Hujan Lebat datang.. dan sebelum tahu kalau medan tak sesuai bayangan
Perjalanan aku lanjutkan berdua sama Vina ketika sudah agak baikan berhubung ketiga lelaki lainnya sudah di depan. Untung ada Vina yang membantu ngambil makanan dan obat maag, kalau nggak kayaknya aku udah pingsan sendirian di tengah hutan belantara dan derasnya hujan. Lanjut perjalanan yang sepertinya belum ada tanda-tanda kehidupan permukiman manusia, sore jam setengah 4 kami akhirnya sampai di pos 2 Cigowong. Disini seperti lapangan luas yang dikelilingi pohon tinggi dan ada sumber air juga. Di sebelah sumber air ada warung yang kita hampiri untuk mengisi bahan bakar. Sambil tanya ke penjualnya berapa lama sampai ke basecamp.

Penjualnya bilang "Cuma 2 jam kok, Jalannya LANDAI  CUMA SAWAH aja.."(ternyata 3 km dan nggak datar.. hiks)

Sebenarnya aku sudah berfikir mau naik ojek, tapi berhubung penjualnya meyakinkan kalau jalannya landai akhirnya aku memutuskan untuk jalan saja. Jam 5 sore aku dan Rifian memulai perjalanan menuju basecamp. Awal kami jalan sih memang jalannya datar banget nggak ada kemiringan sama sekali, agak jauh dari pos hujan mengguyur kami kembali dengan Sangat deras seakan-akan air tumpah dari langit.
Misterius..
Menjelang malam, hujan tidak menampakkan tanda-tanda berhenti. Menuju setengah perjalanan jalan semakin curam ditambah licin. Mana jalan landai? sawah? Sepatu yang basah kuyup membuat kakiku lecet dan perih sekali. Tambah lagi, seakan-akan energi dari makanan yang aku makan di pos sebelumnya jadi menguap entah kemana. Berhubung jalannya curam, otomatis air mengucur bak sungai beraliran deras menjadikan undakan-undakan berlubang tidak dapat kami lihat dengan baik. Aku berkali-kali jatuh ke lubang atau terpeleset karena licin. Berkali-kali bangkit kembali sambil menggendong keril amat sangat menguras tenaga. Kakiku lemas dan berkali-kali aku kembali terjatuh. Akhirnya aku memutuskan untuk ngesot sepanjang sungai dadakan tersebut sampai bawah.

Rasanya keril ini aku mau lempar saja ke bawah karena tidak sanggup lagi untuk menggendongnya melewati undakan-undakan curam. Berhubung itu punya Lusi, akhirnya Rifian menawarkan untuk membawanya. Kami berjalan perlahan sampai akhirnya bertemu sawah. Seneng banget ketemu sawah, tapi aku merasa sawah itu panjaaang banget nggak ada ujungnya (dan emang panjang ternyata).
Perjalanan yang mulai berkabut
Aku jalan duluan di depan Rifian sambil sesekali menoleh. Kasian sih dia bawa keril aku, mau aku seret aja katanya jangan nanti keril orang rusak. Aku terus berjalan sampai nggak sadar ternyata Rifian sudah tidak terlihat di belakangku. Akhirnya aku menunggu dia di tengah-tengah sawah di bawah pohon pisang. Sendirian. Beberapa kali aku dilewati beberapa pendaki dan bertanya apa mereka melihat orang dengan 2 keril oranye. Ketika sudah tidak ada pendaki yang lewat, perasaanku jadi nggak enak ditengah-tengah sawah gelap. Akhirnya aku melanjutkan jalan lagi sampai menemukan ujung sawah dan jalan aspal. Walau gelap dan bau sapi, aku menunggu Rifian disitu. Yah paling nggak kalau ada yang menyeramkan aku bisa lari ke rumah penduduk terdekat. Kalau di tengah sawah mau lari kemana? Nggak lama, Rifian nongol. Alhamdulillaah ternyata dia nggak begitu jauh jaraknya jadi aku nggak nunggu lama. Serem juga soalnya. Jam 8 malam aku dan Rifian baru sampai di Basecamp.

Nunggu Bus, udah nggak ada tenaga
Di basecamp kami istirahat. Kami sudah tidak mungkin mengejar kereta jam 10 malam ke Cirebon. Niat mau mandi kami urungkan karena toiletnya parah banget joroknya. Nggak ada air pula. Bisa buang air aja udah syukur. Akhirnya kami ganti baju aja yang sudah basah kuyup dan cari makan. Tengah malam, kami ikut angkot ke bawah untuk mencari bus ke jakarta. Penderitaan belum berakhir, kami diturunkan bus ugal-ugalan itu di jalan tol dekat pintu tol Bekasi Timur. Buat aku sih alhamdulillah jadi deket. Temen-temenku yang lain akhirnya memesan grab untuk pulang.


Nah, begitulah suka duka pendakian Ciremai. Saran, kalau cari informasi di blog jangan terpaku pada 1 blog aja yaa karena terkadang bisa saja salah..

Biaya Pendakian masing-masing sekitar 450rb

Sampai jumpa di petualangan berikutnya!

Comments