Kick Off Meeting Seismik, Jambi, 29 Agst - 2 Sept 2016

Jambi lagi..

Berhubung memang Blok kerjaku di Jabung, Jambi, jadi aku lumayan sering berkunjung ke kota ini. Kali ini, aku akan menghigh light dua tempat, yaitu jembatan Gentala Arasy yang baru selesai dibangun dan Candi Muaro Jambi.

Sekapur Sirih

Mbaknya kebanyakan kalsium..


Jembatan Gentala Arasy

Jembatan Gentala Arasy ini terletak di atas sungai Batanghari yang merupakan salah satu moda transportasi di Jambi, tepatnya di depan rumah dinas Gubernur Jambi. Sekitar jembatan dan tepi sungai Batanghari ini merupakan wisata kuliner yang biasanya ramai dari sore hari menjelang malam. Saya sempat mencicipi Jagung Bakar sambil menikmati pemandangan sungai besar ini.



Gentala Arasy adalah museum budaya dengan corak arsitektur Islam yang bisa ditemukan di tepi Sungai Batanghari, Jambi. Selain museum dan ruang terbuka publik, bagian belakang museum ini terhubung dengan daerah seberang sungai, dengan adanya jembatan pedestrian selebar 4,5 meter dan panjang 503 meter. Di puncak menara museum ini, terdapat jam besar yang bisa dilihat dari kejauhan. Gentala arasy adalah singkatan dari gena tanah lahir abdurahman sayuti ini merupakan sebagai persembahan kehormatan untuk mantan gubernur jambi.

Jembatan Gentala Arasy dibangun dengan anggaran senilai Rp 88,7 miliar dalam tiga tahun anggaran 2012-2014. Bangunan ini merupakan proyek dari masa pemerintahan Hasan Basri Agus, dan diresmikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla pada tanggal 28 Maret 2015. (cr : https://id.wikipedia.org/wiki/Gentala_Arasy)





Candi Muaro Jambi




Menyempatkan kesini demi rasa penasaran, akhirnya aku memaksa Risyad dan Mas Heri buat menemani kesini. Kami menyewa sepeda masing-masing seharga 10rb rupiah untuk memutar kawasan candi ini yang ternyata sangat luas. Angin yang sangat kencang membuat pohon tua besar yang tumbang menyambut kedatangan kami dengan bunyi yang cukup mengagetkan. Memasuki kawasan candi, hujan menghampiri kami sehingga kami mampir ke museum terlebih dahulu. Museum disini hanya berupa satu ruangan sederhana yang menampilkan penjelasan mengenai candi-candi di kawasan ini serta beberapa pajangan benda antik yang ditemukan di kawasan ini.

Ketika hujan reda, kami mulai berkeliling kawasan candi Muaro Jambi ini yang ternyata cukup sepi pengunjung. Entah karena kami berkunjung pada hari kerja atau memang sepi. Tapi justru karena sepi kami jadi bisa menikmati keindahan candi ini dengan leluasa.

Kompleks Candi Muaro Jambi

Situs Purbakala Kompleks Percandian Muara Jambi adalah sebuah kompleks percandian agama Hindu-Buddha terluas di Indonesia yang kemungkinan besar merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu. Kompleks percandian ini terletak di Kecamatan Muara Sebo, Kabupaten Muara Jambi, Jambi, Indonesia, tepatnya di tepi Batang Hari, sekitar 26 kilometer arah timur Kota Jambi. Koordinat Selatan 01* 28'32" Timur 103* 40'04". Candi tersebut diperkirakakn berasal dari abad ke-11 M. Candi Muara Jambi merupakan kompleks candi yang terbesar dan yang paling terawat di pulau Sumatera. Dan sejak tahun 2009 Kompleks Candi Muaro Jambi telah dicalonkan ke UNESCO untuk menjadi Situs Warisan Dunia.


 

Penemuan dan pemugaran

Kompleks percandian Muaro Jambi pertama kali dilaporkan pada tahun 1824 oleh seorang letnan Inggris bernama S.C. Crooke yang melakukan pemetaan daerah aliran sungai untuk kepentingan militer. Baru tahun 1975, pemerintah Indonesia mulai melakukan pemugaran yang serius yang dipimpin R. Soekmono. Berdasarkan aksara Jawa Kuno[butuh rujukan] pada beberapa lempeng yang ditemukan, pakar epigrafi Boechari menyimpulkan peninggalan itu berkisar dari abad ke-9-12 Masehi. Di situs ini baru sembilan bangunan yang telah dipugar,[1] dan kesemuanya adalah bercorak Buddhisme. Kesembilan candi tersebut adalah Candi Kotomahligai, Kedaton, Gedong Satu, Gedong Dua, Gumpung, Tinggi, Telago Rajo, Kembar Batu, dan Candi Astano.

Dari sekian banyaknya penemuan yang ada, Junus Satrio Atmodjo menyimpulkan daerah itu dulu banyak dihuni dan menjadi tempat bertemu berbagai budaya. Ada manik-manik yang berasal dari Persia, China, dan India. Agama Buddha Mahayana Tantrayana diduga menjadi agama mayoritas dengan diketemukannya lempeng-lempeng bertuliskan "wajra" pada beberapa candi yang membentuk mandala.


Struktur kompleks percandian

Kompleks percandian Muaro Jambi terletak pada tanggul alam kuno Sungai Batanghari. Situs ini mempunyai luas 12 km persegi, panjang lebih dari 7 kilometer serta luas sebesar 260 hektar yang membentang searah dengan jalur sungai. Situs ini berisi 61 candi yang sebagian besar masih berupa gundukan tanah (menapo) yang belum dikupas (diokupasi).[1] Dalam kompleks percandian ini terdapat pula beberapa bangunan berpengaruh agama Hindu.


 
Di dalam kompleks tersebut tidak hanya terdapat candi tetapi juga ditemukan parit atau kanal kuno buatan manusia, kolam tempat penammpungan air serta gundukan tanah yang di dalamnya terdapat struktur bata kuno. Dalam kompleks tersebut minimal terdapat 85 buah menapo yang saat ini masih dimiliki oleh penduduk setempat. Selain tinggalan yang berupa bangunan, dalam kompleks tersebut juga ditemukan arca prajnaparamita, dwarapala, gajahsimha, umpak batu, lumpang/lesung batu. Gong perunggu dengan tulisan Cina, mantra Buddhis yang ditulis pada kertas emas, keramik asing, tembikar, belanga besar dari perunggu, mata uang Cina, manik-manik, bata-bata bertulis, bergambar dan bertanda, fragmen pecahan arca batu, batu mulia serta fragmen besi dan perunggu. Selain candi pada kompleks tersebut juga ditemukan gundukan tanah (gunung kecil) yang juga buatan manusia. Oleh masyarakat setempat gunung kecil tersebut disebut sebagai Bukit Sengalo atau Candi Bukit Perak.

(cr : https://id.wikipedia.org/wiki/Kompleks_Candi_Muaro_Jambi)

Comments