Jumpa lagi travellers,
|
Spoiler : Menuju Tegal Alun si Kebun Raya Edelweiss |
|
Spoiler : Tegal Alun |
|
Isi Kerilku.. |
Perjalanan kali ini aku mencoba pengalaman baru naik gunung! Trip kali ini diajak temenku Sari, berhubung kita udah sejak Juni nggak nge-trip ataupun jalan bareng karena beberapa insiden yg membuat aku pengen semedi selama Bulan Puasa. Kalau kata Sari sih.. sekalian mau menyelesaikan masalah lama yang belum terselesaikan..wkwkwkk..
Ketika malam persiapan sebenernya aku bingung mau bawa apa aja, kira-kira apa saja yang nggak harus dibawa. Akhirnya berdasarkan pertimbangan ini itu, penuh juga keril 30L aku untuk survive selama 2 hari di Papandayan. Plus bekal matras yoga pinjaman, jaket gunung pinjaman, topi pinjaman, bahkan masker pun minjem! Bahahaa..
|
Ready to Gooo UJourney Squad : Rifian, Dika, Lusi, Sari, Irwan, Aku, Tiari |
|
Naik.. naik.. ke puncak gunung.. |
|
Bela-belain kabur padahal masih miting |
Trip kali ini kami bertujuh, lumayan dapat kenalan 4 orang baru karena yang aku kenal hanya Sari dan Tiari. Belakangan aku baru tahu kalau Lusi, Rifian, Dika dan Mas Irwan dulunya teman satu kantor di KITAF.
Kami berkumpul jam 8 malam di McD Fatmawati dan akhirnya "berhasil" berangkat hampir tengah malam. Kami sampai di Garut, basecamp Papandayan sekitar waktu shubuh dan memulai pendakian pukul 8 pagi. Normalnya, pendakian hanya memakan waktu sekitar 2 jam, tetapi kami tempuh menjadi sekitar 4 jam. Berhubung ini pendakian pertama aku Sari dan Tiari, jadilah kita tim hura-hura yang jalannya paling belakang, kerjanya foto-foto, ditemani Rifian tukang foto kami eh, tim sapu bersih maksudnya.. :D
Aku nggak begitu ngerti pos-pos apa yang aku lewatin sih.. aku cuma mikir jalan dan jalan terus.. yang aku ingat kami berhenti di beberapa spot yang salah satunya ada yang jualan cilok. Wahahaa..
Hujan menyapa kami dari awal perjalanan sehingga kami harus memakai jas hujan sepanjang perjalanan.
|
Ribet banget kayaknya.. hahaa |
Sekilas tentang Papandayan (cr : wikipedia)
|
Do you know? Ini nih yang bikin Nagih... |
|
Belom apa-apa udah ngemut madu.. |
Gunung Papandayan adalah gunung api strato yang terletak di Kabupaten Garut, Jawa Barat tepatnya di Kecamatan Cisurupan. Gunung dengan ketinggian 2665 meter di atas permukaan laut itu terletak sekitar 70 km sebelah tenggara Kota Bandung.
Pada Gunung Papandayan, terdapat beberapa kawah yang terkenal. Di
antaranya Kawah Mas, Kawah Baru, Kawah Nangklak, dan Kawah Manuk.
Kawah-kawah tersebut mengeluarkan uap dari sisi dalamnya.
Topografi di dalam kawasan curam, berbukit dan bergunung serta
terdapat tebing yang terjal. Menurut kalisifikasi Schmidt dan Ferguson
termasuk type iklim B, dengan curah hujan rata-rata 3.000 mm/thn,
kelembaban udara 70 – 80 % dan temperatur 10 º C.
Potensi Wisata
Daya tarik Wisata Beberapa lokasi yang menarik dan sering dikunjungi
wisatawan diantaranya:
- Kawah Papandayan Merupakan komplek gunung
berapi yang masih aktif seluas 10 Ha. Pada komplek kawah terdapat
lubang-lubang magma yang besar maupun kecil, dari lubang-lubang tersebut
keluar asap/uap air hingga menimbulkan berbagai macam suara yang unik.
- Blok Pondok Saladah Merupakan areal padang rumput seluas 8 Ha, dengan
ketinggian 2.288 meter di atas permukaan laut. Di daerah ini mengalir
sungai Cisaladah yang airnya mengalir sepanjang tahun. Lokasi ini sangat
cocok untuk tempat berkemah.
- Blok Sumber Air Panas Letaknya di
perbatasan Blok Cigenah, sumber air panas ini mengandung belerang dan
berhasiat dalam penyembuhan penyakit kulit terutama gatal-gatal.
Secara
keseluruhan kawasan ini memiliki panorama alam yang indah dengan
lingkungan yang relatif masih utuh dan alami yang ditunjang dengan
kesejukan udara.
|
Berasa Petualangan Sherina.. |
|
Gosip tetep lanjut yeehh.. |
Letusan
Dalam catatan sejarah, Gunungapi Papandayan tercatat telah beberapa
kali meletus diantaranya pada 12 Augustus 1772, 11 Maret 1923, 15
Agustus 1942, dan 11 November 2002. Letusan besar yang terjadi pada tahun 1772
menghancurkan sedikitnya 40 desa dan menewaskan sekitar 2957 orang.
Daerah yang tertutup longsoran mencapai 10 km dengan lebar 5 km.
Pada 11 Maret 1923 terjadi sedikitnya 7 kali erupsi di Kawah Baru dan didahului dengan gempa yang berpusat di Cisurupan. Pada 25 Januari 1924,
suhu Kawah Mas meningkat dari 364 derajat Celsius menjadi 500 derajat
Celcius. Sebuah letusan lumpur dan batu terjadi di Kawah Mas dan Kawah
Baru dan menghancurkan hutan. Sementara letusan material hampir mencapai
Cisurupan. Pada 21 Februari 1925, letusan lumpur terjadi di Kawah Nangklak. Pada tahun 1926 sebuah letusan kecil terjadi di Kawah Mas.
|
Nah ini fotografer kita akhirnya ikut foto juga.. |
Sejak April 2006 Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG)
menetapkan status Papandayan ditingkatkan menjadi waspada, setelah
terjadi peningkatan aktivitas seismik. Pada 7-16 April 2008 Terjadi
peningkatan suhu di 2 kawah, yakni Kawah Mas (245-262 derajat Celsius),
dan Balagadama (91-116 derajat Celsius). Sementara tingkat pH berkurang
dan konsentrasi mineral meningkat. Pada 28 Oktober 2010, status
Papandayan kembali meningkat menjadi level 2
|
Mau simpen aja disini.. |
|
Kan udah bilang tadi isinya foto-foto.. |
Kawah Mas *kalau nggak salah
|
Kawah Mas |
Spot pemberhentian pertama (baca : spot foto) itu di kawah ini. Pemandangan yang menarik diselimuti bau belerang yang cukup menyengat. Katanya sih kalau tidak hujan baunya lebih menyengat lagi.. Kami beristirahat disini sebentar sambil mengambil beberapa foto di spot-spot yang menarik. Disini adalah tempat terakhir untuk menerima sinyal hape. Selanjutnya, mari kita terbebas dari hape addicted yeaaay! Bodo amat ga bisa updet juga, mari kita tinggalkan kerjaan dan urusan-urusan lainnya kemudian menikmati keindahan alam ciptaan-Nya ini. Aku pikir, memang sesekali kita butuh menyendiri tanpa adanya hape sih.. enak banget nggak ada yang dipikirin..
|
UJourney Girls |
|
Akhirnya yg Katanya "Satu Belokan Lagi" |
Pondok Saladah
|
Bersama si Penduduk Lokal |
Oke, aku mau ngaku, awalnya anak-anak nyebut pondok ini pikiranku langsung nyambung ke daun selada. Eh, ternyata ini adalah tempat luas dimana tenda-tenda bertebaran. Setelah dibohongin terus sama Rifian yang katanya bentar lagi sampe, dua belokan lagi, padahal masih setengah perjalanan, akhirnya aku menginjakkan kaki disini.
|
Tenda Kita |
|
Main Masak-masakan |
Pemandangan pertama kami adalah kabut dan udaranya dingin banget padahal masih siang. Kami lapor ke pos untuk pendataan dan nggak lupa untuk berpose di depan dong! Aku menyapa kucing lokal yang lucu dan aku ajak dia berfoto bersamaku. Yup, interaksi pertama dengan penduduk lokal Gunung Papandayan.
Camp ini cukup luas, ada tempat terbuka seperti lapangan dan ada juga yang dikelilingi pohon-pohon. Terlihat banyak warung-warung indomi sampai bakso dan cilok bertebaran di sekitar camp. Nggak lupa juga toilet dan musholla. Hmm.. ini sih bukan mendaki gunung menurutku, karena aku pernah camp yang bener-bener nggak ada toilet maupun warung. Pantas saja gunung ini menjadi tempat favorite untuk pemula. Fasilitasnya lengkap!
|
Hammock-hammockan |
Kami memilih mendirikan tenda di dekat pohon-pohon karena katanya biar nggak terlalu terkena angin. Makan siang pertama? spaghetti!
|
Ceritanya Ninja Warrior |
Mata Air dan Hutan Mati Papandayan
|
UJourney Squad minus Lusi |
|
Katanya Mata Air tapi aku nggak nemu airnya |
Setelah Dzhuhur, sekitar jam 2 siang kami berangkat menulusuri hutan Mati, dari namanya saja udah spooky yaa dan memang agak spooky sih.. Di samping itu.. pemandangan disini subhanallaah keren abis lah! Makanya foto-foto yang aku ambil tak terhitung jumlahnya.. yang aku tampilkan disini udah melalui seleksi ketat pokoknya saking bingung mau diposting yang mana.. wkwkwk..
Sayang salah satu teman kami Lusi memilih untuk tidur di tenda.. padahal bagus banget sih pemandangannya. Eh, tapi ternyata dia udah pernah naik Papandayan sebelumnya. Yaudah lah yaa, biarkan saja dia merajut mimpi di siang yang dingin ini.. mungkin dia lelah..
|
Add caption |
Sekilas tentang hutan mati yang aku sadur dari web Indonesia Kaya.. emang bener-bener kaya..
Kawasan ini merupakan salah satu bagian eksotis dari Gunung
Papandayan. Sebuah padang yang menyajikan pemandangan pohon-pohon kering
dan memberikan pesona keindahan yang eksotis. Inilah Kawasan Hutan
Mati, kawasan yang biasa dilewati para pendaki Gunung Papandayan sebelum
sampai ke puncak Tegal Alun.
|
Ada Danaunya juga.. dan ada penampakan di belakang.. |
|
Salah satu yg terekam lensaku.. |
|
Danau Hutan Mati |
Merunut pada sejarah, pemandangan pohon-pohon mati di Hutan Mati ini
berawal dari letusan Gunung Papandayan yang terjadi ratusan tahun silam.
Letusan maha dahsyat tersebut terjadi pada 11-12 Agustus 1772, tanpa
ada peringatan terlebih dahulu, Gunung Papandayan meletus dengan dahsyat
dan menyebabkan sekitar empat puluh desa terkubur.
|
Dilarang loncat |
Selain itu, ada sekitar 3000 orang penduduk sekitar gunung yang
terkubur ke dalam danau vulkanik. Hewan-hewan peliharaan juga tidak
luput terkena imbas letusan gunung ini. Bahkan seorang penulis dari luar
negeri, Lee Davis menggambarkan dahsyatnya letusan Gunung Papandayan ke
dalam sebuah buku yang berjudul Natural Disaster.
|
Mau piknik sih ceritanya |
Kawasan Hutan Mati menyajikan
pemandangan pohon-pohon yang kering tanpa daun dan beberapa pohon bahkan
sudah terlihat Menghitam. Meskipun terkesan agak suram dan sedikit
berkabut namun dibalik itu, Hutan Mati memiliki daya tarik tersendiri.
Pesona kesuraman pohon-pohon kering berpadu dengan hamparan tanah putih
ini menjadi pemandangan yang indah.
|
Berasa di Dunia lain ketika Kabut turun |
Saat berada di kawasan ini, aroma bau belerang begitu terasa indra
penciuman kita. Berjalan-jalan di sekitar area kawasan hutan mengundang
sensasi tersendiri. Sebagian pendaki ada yang mengabadikan momen berada
di sini dengan berfoto bersama dengan rekan-rekan sesama pendaki.
Hutan Mati di Gunung Papandayan memiliki daya tarik untuk di singgahi
saat pendaki berusaha untuk mencapai puncak Gunung Papandayan. Kesan
suram seakan hilang berganti dengan keindahan saat kita menginjakan kaki
di area ini. [Tauhid/IndonesiaKaya]
Tegal Alun Papandayan si Surga Edelweiss
|
Ujourney Squad menorehkan sejarah di Tegal Alun |
|
Kasur Edelweisss |
|
Termehek-mehek menuju Tagal Alun |
Kami menuju Tegal Alun keesokan paginya *setelah kedinginan semaleman. Jalan menuju Tegal Alun melewati Hutan Mati juga. Melihat jalur ke Tegal Alun yang "WOW" itu aku langsung bilang "Boleh nggak kalau aku tinggal disini aja?" wkwkwk..
Tapi akhirnya, berbekal kenekatan dan sedikit diyakinkan oleh yang lain, akhirnya aku memanjat juga menuju Tegal Alun. Iya, memanjat bukan jalan karena memang kemiringan lereng yang kami lewati atau "kami pilih lewati" cukup curam mengingat ternyata ada jalan lain yang lebih landai..
Sepanjang perjalanan memanjat, memang pemandangannya oke banget kalau melihat ke belakang. Ada lah satu titik dimana tebingnya terbuka tanpa pepohonan dan pemandangan di belakang aku buat aku merinding *maklum rada takut ketinggian yang membuat aku langsung pegangan. Walaupun takut, toh aku tetep negok ke belakang sambil pegangan karena pemandangan dari atas subhanallaah bagus banget..
|
Jump Girllss |
|
Keliatan banget kan senengnya |
Sampai di Tegal Alun, kami..... BERFOTO laaah... yayaa.. foto-foto berikut juga udah lewat seleksi super ketat loh nggak sembarangan! wkwkwkk..
|
Yeaaayy |
|
Alhamdulillaaah.. |
|
Ini dia penampakan Close Up si Edelweiss |
Siang hari kami kembali ke camp dan segera membuat makan siang *indomi* dan beres-beres untuk turun. Kata "turun gunung" yang sering aku dengar di dunia persilatan akhirnya aku alami juga. wkwkwk.. Aku nggak terlalu inget jalan pas pulang sih. Soalnya kok tau-tau sampai basecamp aja jam 5 sore. Kami segera bersih-bersih mandi dan menuju Jakartaaaa..
|
Basecamp Papandayan - Jalur Masuk Pendakian |
Oh iya, sambil menunggu yang lain, aku menyempatkan untuk berkeliling basecamp dan melihat-lihat cindera mata disitu, nggak lupa juga beli batagor.. hehe..
Oke, see u in next trip yaa..
|
Nemu jembatan oke |
Comments
Post a Comment