Could Jakarta changes you? -Muhasabah-

Fastabaqul khairaat - Mari berlomba-lomba dalam kebajikan-
Jakarta in the Night cr : kevo123
http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=730218&page=101
Saya mendapat quote dari teman saya yang isinya begini.."When you've live here almost your life, you sometimes forget how powerful Jakarta is. It changes people, it breaks people, it makes people, it shift values, every single second it comes in touch with them. Jakarta sedemikian kuatnya, sehingga siapapun yang pernah bersentuhan dengannya tidak akan pernah menjadi orang yang sama lagi. Jakarta membuat semua yang ada di dalamnya harus meredefinisikan semua tentang diri mereka sendiri. Meredefinisi makna rumah, keluarga, hubungan, makna waktu. Redefining what matters, and what doesn't" -ikanatassa-

Ketika saya membaca ini, saya termenung dan mulai menjelajahi diri saya sendiri. Bagaimana saya dahulu, dan saya sekarang yang telah 5 tahun bersinggungan dengan Ibukota ini. Apakah saya sudah berubah? Mungkin beberapa orang mengartikan dan memahami quote ini dengan sudut pandang yang berbeda, tapi inilah yang saya pelajari dan pahami tentang diri saya sendiri.

Saya lahir memang di kota Jakarta, saya menghabiskan 2 tahun hidup saya disana. 9 tahun kemudian saya menghabiskan waktu saya di kota Bekasi, dimana pada saat itu kota tersebut belum seperti saat ini, saya masih bisa bermain di sawah dan menangkap ikan cupang. 6 tahun berikutnya saya habiskan di dalam pesantren, yang mungkin lingkungan ini adalah penyumbang besar pembentukan pribadi saya. Peraturan dan tata krama sangat dijunjung disana. Keluar dari pesantren, saya kemudian menghabiskan 5 tahun di kota Pelajar Yogyakarta. Lingkungan yang baik dan ramah, semakin membentuk diri saya.

Orang yogya terutama, sebagian besar penduduknya menjunjung tata krama dan sangat njawani. Pernah dengar jika alumni UGM kurang bisa "menjual diri" jika bertarung di dunia kerja? Malu-malu jika bertanya? Tidak percaya diri ketika disuruh tampil? Ya, betul sekali. Salah satu alasannya adalah lingkungan kami yang membuat kami seperti itu. "Yah.. biar dia saja yang dapat, ndak apa-apa.. alhamdulillaah saya masih punya yang ini" Ketika mereka terluka pun, "Alhamdulillaah.. cuma kaki saya saja yang patah..". Saya sadari, kelebihannya adalah mereka selalu mensyukuri apa yang terjadi pada mereka, mensyukuri apa yang mereka punya (hal yang sangat terpuji bukan?). Akan tetapi, kekurangannya adalah kurang punya motivasi untuk maju dan memperbaiki diri sendiri. Dan kekurangan inilah yang sangat merugikan jika mau survive di Kota Jakarta.

Apakah Jakarta merubah saya? Ya, saya mengakui bahwa Jakarta merubah saya.

Awal saya kembali ke kota kelahiran saya, Jakarta, saya masih menyimpan kendala karakter yang saya bawa dari kota pelajar. Saya tidak percaya diri dengan kemampuan saya, saya malu untuk bertanya, saya tidak berani tampil untuk mempresentasikan hasil saya. Ketika diberikan kesempatan pun, saya malu untuk mengajukan diri saya sendiri. Selama awal saya bekerja, saya memperhatikan kawan-kawan saya yang berasal dari univ lain, belajar memahami apa yang mereka pikirkan, pola pikir mereka, dan mendorong diri saya sendiri untuk menjadi seperti mereka. Beberapa orang menasihati saya yang saya tanamkan pada diri saya sampai sekarang.  If I want to survive in this city, I have to change my self, my way of thinking!

Apakah saya berhasil? Ya, saya akui saya berhasil melakukannya

Apakah dulu saya setegar ini? tidak
Apakah dulu saya setegas ini? tidak
Apakah dulu saya sepercaya diri ini? tidak
.......
.....
...
.
Apakah dulu saya seegois ini? - dengan helaan napas panjang saya jawab tidak.

Salah satu keburukan yang saya sadari dan saya sesali menjadi bagian dari diri saya saat ini. Saya sadari sifat ini kadang dibutuhkan jika saya tidak ingin menjadi orang yang ditindas di kota ini. Di kota ini kita harus bisa melihat situasi kapan kita membutuhkan keegoisan tersebut. Tapi sepertinya saya sudah agak melampau batas. Apakah saya sudah berubah menjadi orang yang dulu saya hindari? Mengapa saya menjadi seperti ini? Astaghfirullaahal'adzhiim..

Satu lagi yang saya sadari adalah saya dikelilingi oleh lingkungan yang penuh dengan gunjingan, hal yang paling kecil pun dapat menjadi gunjingan. Hal ini adalah hal yang paling berbahaya dari semuanya. Dari dulu, saya selalu menghindari hal-hal seperti ini. Akan tetapi, karena saya terus menerus terpaksa berdiam di lingkungan tersebut, lama-lama saya terpengaruh juga. Beberapa kali saya pernah mengomentari gunjingan, dan setiap saya melakukannya, ada perasaan menusuk di hati saya. Ya, saya merasa bersalah. Kenapa saya melakukan ini? Kenapa saya menjadi seperti orang yang dulu saya benci? Astaghfirullaahal'adzhiim..

Saya bersyukur saya mendapat quote di atas, sehingga saya dapat mendalami dan menganalisa diri saya sendiri. Kita adalaha manusia, seluruh kehidupan kita adalah medan pembelajaran untuk kita. Saya akan terus berusaha memperbaiki diri saya, berusaha menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Semoga artikel ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Mari berlomba-lomba dalam kebaikan.

Salam :)

Comments